Kamis, 14 Mei 2015

Dear Star


@ikhsanyaqub
Entah darimana aku memulai ini. Rasanya, mengingat kali pertama senyum itu dilengkungkan lebih sulit daripada menulis tulisan ini. Pelatihan itu, rumah kayu itu, baju merah itu, cappucino itu -hanya beberapa yang dapat kuingat. Memang singkat, namun padat dan berkualitas.

Aku menyukaimu, meski kau bukan sosok gadis impianku. Karena memang kau lebih manis dari semua mimpiku tentang gadis. Aku mencintaimu, meski kau bukan nama dalam setiap sajakku. Karena memang kau lebih agung dari semua ratapan dan harapanku. Aku menyayangimu, meski kau tak pernah terlalu lama disisiku. Karena memang kau lah kasih sayang-Nya yang tak terikat hal-hal rapuh seperti itu.

Sayang, bolehkah aku bertanya: mengapa kau terlalu akrab dengan kebaikan? Malaikat macam apa yang rela membiarkanmu? Iblis macam apa yang tega menyakitimu? Manusia macam apa yang bisa menyandingimu? Sungguh, aku tak akan mendustakan nikmat-Nya yang satu ini.

Sayang, bolehkah aku menggugat: mengapa kau terlalu dekat dengan kebenaran? Tiada pengalamanku yang terlalu jelas untuk mengamatimu. Tiada rasioku yang terlalu logis untuk mendefinisikanmu. Dan tiada intuisiku yang terlalu dalam untuk merasakanmu. Maka maafkan jika aku tak terlalu baik dalam memahamimu.

Aku memang bukan si misterius Knox yang selalu membuat penasaran Sophie dengan filsafatnya. Apalagi si romantis Dilan yang selalu membuat Milea tersipu dengan kekonyolannya. Namun aku hanyalah si bodoh Ikhsan yang mencintaimu dengan? Dengan "ikhsan-nya"; dengan apa yang aku percayai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar