Seperti sama-sama kita tahu, atau
mungkin ada yang belum tahu, hari ini, kamis (1 Mei 2014) adalah hari buruh
Internasional, yang di Indonesia (seperti beberapa negara lainnya) dijadikan sebagai
hari libur nasional.
Menilik Sejarah, May Day lahir
dari berbagai rentetan perjuangan kaum buruh untuk meraih hak ekonomi-politis
hak-hak industrial. Berawal dari Revolusi Industri, sampai perkembangan kapitalisme
di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di
negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan
disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi
kerja di tingkatan pabrik, itulah yang pada akhirnya melahirkan perlawanan dari
kaum buruh.
Singkat
cerita, Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk
menghormati para pekerja, yaitu Peter McGuire dan Matthew
Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey, AS. Mulai dari
tahun 1872, McGuire dan kira-kira 100.000 buruh melakukan aksi mogok untuk
menuntut pengurangan jam kerja, hingga 1882, yaitu parade “Hari Buruh” pertama yang
membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi, di New
York, AS.
Klimaksnya, pada tanggal 4 Mei 1886,
para demonstran di Amerika melakukan pawai besar-besaran, namun polisi Amerika
menembaki para demonstran hingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya
ditangkap dan dihukum mati. Peristiwa ini berujung pada “Kongres Sosialis di Paris yang
menetapkan peristiwa tanggal 1 Mei di Amerika itu sebagai “Hari Buruh Sedunia”.
Resolusi ini mendapat sambutan yang
baik dari berbagai Negara, dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang
diistilahkan dengan May Day,
diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara.
Di Indonesia sendiri, peringatan
hari buruh sudah dilakukan sejak tahun 1920. Namun ketika Orde Baru berkuasa, aksi
untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May
Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis, yang bertentangan dengan
Pancasila. Gerakan buruh bisa bernafas kembali setelah Orde Baru tumbang,
dengan perayaan May Day tiap
tahunnya, sampai dikeluarkannya Keppres
24 tahun 2013 tentang Penetapan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional oleh
presiden SBY.
Keputusan ini banyak menuai protes
dari sebagian besar pengusaha, seperti dilangsir dari Kompas.com
(01/05/2014/19.16 WIB). Menurut mereka, keputusan ini justru menurunkan
produktivitas dan daya saing, dan seharusnya pemerintah cukup mengeluarkan
peraturan yang mewajibkan perusahaan agar melewati hari buruh ini dengan berbagai
kegiatan, misalnya pelatihan SDM, olahraga atau kesenian agar mampu merangsang
peningkatan kualitas sang buruh, bukannya malah memberi libur.
Dari
obrolan sore ini pun saya mengambil kesimpulan bahwa dengan ditetapkannya 1 Mei
sebagai hari libur nasional, justru mengurangi euforia May Day itu sendiri. Hari buruh yang seharusnya dijadikan momen
untuk menyampaikan aspirasi para buruh, justru dijadikan ajang liburan, bahkan
oleh para buruh itu sendiri. Padahal kalau melihat sejarah di atas, ditambah permasalahan buruh kontemporer, perjuangannya sangat berat, dan masih sangat
berat. Mulai dari perampasan upah, sistem kontrak, dsb.
Kalau
pun ada aksi buruh pada hari ini, atau 1 mei tahun berikutnya, siapa yang
akan mendengar suara mereka? Wong
semuanya libur, mulai dari anggota dewan di senayan, gedung pemerintah, kantor
perusahaan, ataupun pabrik tempat mereka bekerja. “Ada-ada saja cara membungkam
orang”, celetuk salah satu teman ngopi
sore ini. Bandingkan saja dengan May Day pra Keppres tersebut!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar