Senin, 10 Juni 2013

Mimpi dan Perjuangan



@ikhsanyaqub
                Setiap manusia tentu pernah/punya mimpi, angan-angan, atau cita-cita yang diharapkan dapat terwujud dalam kenyataan. Mimpi seperti itu merupakan gagasan ideal yang bisa menjadi sebab kemengarahan (intensionalitas) seseorang pada sesuatu. Sesuatu ini baginya adalah unsur-unsur/elemen-elemen yang dapat menunjang gagasan idealnya tersebut. Di dalam kemengarahan ini terdapat pembelajaran baginya, agar kelak ia tidak menemukan kesulitan yang berarti. Karena mudah adalah jika dia sudah mengetahui caranya.
                Semisal saya mempunyai mimpi untuk menjadi seorang intelektual, membahagiakan kedua orang tua, mempunyai pasangan hidup yang mendekati sempurna, anak-anak yang tahu berbalas budi, dan harta yang cukup. Semisal pula teman saya mempunyai mimpi menjadi seorang birokrat, atau mungkin ustadz saya yang mempunyai mimpi menjadi penghuni surga. Hal-hal ini nantinya akan mempengaruhi kemengarahan seseorang, mencari cara menggapainya, dan ia akan berproses didalamnya. Nah mimpi-mimpi seperti ini biasanya kelak akan menjadi patokan/indikator kesuksesan dirinya sendiri.
                Adakalanya dalam proses ini, seseorang menemukan titik jenuh. Suatu angin kegelisahan yang meniup kencang api semangatnya. Disaat kondisi seperti inilah seseorang berkemungkinan untuk tetap mempertahankan mimpinya kah, mengubah mimpinya kah, atau bahkan putus asa lemah tak berdaya menghilangkan mimpi-mimpinya. Apalagi di zaman Orde Galau seperti sekarang yang cenderung melankolis, orang yang putus asa ini biasanya mempunyai semboyan hidup “apapun itu yang penting menguntungkan, yang penting bisa hidup”; suatu semboyan apologistik untuk menghibur diri sendiri karena kematian mimpinya.
                Orang yang seperti ini tak mempunyai patokan ideal dalam merajut benang-benang kehidupan. Walaupun kepragmatisannya itu adalah patokan ideal itu sendiri, namun ia akan cenderung berpikiran yang sifatnya temporal, plin-plan, dan tak bisa dipegang komitmennya untuk berjuang menggapai mimpi-mimpi bersama, khususnya dalam suatu organisasi perjuangan, dimana segarnya embun ambisi pembelajaran seharusnya belum kering terpanggang terik ambisi keuntungan.
                Perlu diperhatikan, mimpi kadang pula menyesatkan. Banyak orang menyesali mimpinya, karena setelah dia berproses cukup lama, baru ia sadar mimpinya itu salah. Indikator penilaian salah dan benar ini, bisa didapatkan setelah ia “menyebar” dan mempunyai lingkungan yang tidak pas dengan apa yang dulu disangka-sangka. Semisal lingkungan masyarakat, keluarga, atau rekan-rekan kerjanya yang mempunyai sosiokultural dan psikologis yang berbeda, sehingga apa yang dulu dia pelajari dari proses kemengarahannya, ternyata mentah di lingkungan baru itu. Segala macam gagasan, metode, dan strategi yang ditawarkan diacuhkan, ditertawakan, bahkan dihujat: “mimpi di siang bolong”.
                Mimpi haruslah diperjuangkan, bukan hanya sebatas lelucon. Namun dalam memperjuangkan mimpi itu hendaknya berhati-hati, karena konsekwensinya kepada diri sendiri. Intinya adalah bagaimana kita menjadi orang yang bijaksana. Perjuangan adalah bagaimana kita berusaha sepenuh jiwa dan raga mematerikan mimpi, bukan hanya bisa memimpikan materi. Sebab proses dan hasil mematerikan mimpi itu akan menghasilkan kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah apa yang manusia cari setelah ia terlempar ke dunia ini. Kebahagiaan inipun hendaknya mengakomodir orang lain didalamnya. Bersyukur, Ikhtiar, dan ikhlas kepada Allah SWT akan menjamin itu semua. Yakin itu adalah takdir kita. Selamat bermimpi!   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar